Etika Berdoa

Berdo'a memang adalah salah satu ibadah..
Jika kita berdo'a, apapun permintaan kita, entah dikabulkan oleh Allah dengan cepat,ditunda waktunya, atau bahkan tidak dikabulkan ketika di dunia..
Setidaknya kita sudah menjalankan suatu ibadah yaitu berdo'a itu sendiri, sebagai wujud kehambaan kita..
Tapi jangan sampai dipahami jika berdo' kita meminta sesuatu, misalnya dijauhkan dari kefakiran, dilunasi hutang-hutang kita, dimudahkan menjalankan pekerjaan, dikarunai anak sholeh dll, itu berarti berdo'anya/ibadahnya tidak sempurna..
Karena..itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu 'alahi wa sallam.
Beliau mengajarkan do'a dimana kanduangan di dalamnya banyak berupa permintaan, bahkan bisa dibilang..berdo'a itu ya meminta kepada Allah akan keinginan kita..
Yang tidak diperbolehkan adalah tergesa-gesa dalam berdo'a, sehingga ketika belum dikabulkan oleh Allah dengan segera, kita bersu'udhon (berburuk sangka) kepada Allah.
Karena boleh jadi do'a kita jika tidak dikabulkan oleh Allah, mungkin ditunda, diganti yang lebih baik, atau kalo dikabulkan dengan cepat malah menjauhkan kita dari agama.
Begitu banyak dari sebagian kita ketika belum mempunyai harta banyak, belum punya mobil kegiatannya ketika libur kerja Sabtu Ahad, rajin menuntut ilmu agama, ikutan ta'lim dll, tapi ketika sudah punya mobil, sudah punya anak istri, sudah punya harta banyak, atau malah sudah punya bisnis sampingan justru yang biasanya sabtu ahad ada waktu utk menuntut ilmu agama, malah terasa kurang untuk berlibur ke berbagai tempat, mengurus bisnis sampingan dan makin terlupalah menuntut ilmu agama.
Semoga kita semua terjauh dari hal-hal demikian..
Bersama tulisan ini, saya sertakan file Hisnul Muslim (Perisal Muslim) yang berisi kumpulan do'a dari Qur'an dan Sunnah.
Alhamdulillah tiap bacaan do'a disebutkan ayat atau riwayat haditsnya, sehingga mudah2an makin memantapkan kita..
Dan sepertinya kalo saya pahami isi bacaan do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam ini semuanya terkait permintaan kita, baik permintaan berupa Rahmat, ampunan, naiknya keimanan, ataupun yang bersifat dunia misalnya, terjauh dari kefakiram, terhindar dari jeratan hutang, dikarunai anak sholeh, mempunyai tetangga yang baik, dikaruniai rumah yang lapang, kendaraan yang baik..dll
Semuanya itu diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam termasuk redaksionalnya agar kita meminta kepada Allah..
Wallahu a'lam
From: Soewarno
Sent: 21 April 2013 9:53
To: Muslim-L
Subject: Etika Berdoa
Sent: 21 April 2013 9:53
To: Muslim-L
Subject: Etika Berdoa
ETIKA BERDOA
Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
“Janganlah pencarianmu (doa-doamu) sebagai sebab untuk diberi sesuatu dari Allah Swt, maka pemahamanmu kepadaNya menjadi sempit. Hendaknya pencarianmu (doa-doamu) semata untuk menampakkan wujud kehambaan dan menegakkan Hak-hak KetuhananNya.”
“Janganlah pencarianmu (doa-doamu) sebagai sebab untuk diberi sesuatu dari Allah Swt, maka pemahamanmu kepadaNya menjadi sempit. Hendaknya pencarianmu (doa-doamu) semata untuk menampakkan wujud kehambaan dan menegakkan Hak-hak KetuhananNya.”
Pencarian merupakan arah yang menjadi sebab terwujudnya kehendak yang harus ada. Pencarian, usaha, doa, ikhtiar merupakan rangkaian sebab-sebab menuju apa yang ingin diraih. Termasuk disini adalah berdo’a
Umumnya orang berdoa agar terwujud apa yang diinginkan. Berikhtiar agar tercapai apa yang dicita-citakan. Padahal dimaksud Allah Swt memerintahkan kita berdoa dan berupaya, semata-mata agar eksistensi kehambaan kita yang serta fakir, serba hina, serba tak berdaya dan lemah muncul terus menerus di hadapanNya. Bukan, agar kita bisa mewujudkan apa yang kita kehendaki, karena hal demikian bisa memaksa Allah Swt menuruti kehendak kita.
Pemahaman yang sempit tentang Allah Swt, akan terus menerus berkutat pada sikap seakan-akan Allah-lah yang mengikuti selera kita, bukan kehendak kita ini akibat kehendakNya, perwujudan yang ada karena kehendakNya, bukan disebabkan oleh kemauan kita.
Ketika manusia berdoa seluruh kehinaan dirinya, kebutuhan dirinya dan kelemahannya serta ketakberdayaannya muncul. Itulah hikmah utama dibalik berdoa. Ketika kita berikhtiar, pada saat yang sama kita menyadari betapa tak berdayanya kita. Sebab kalau kita berdaya, pasti tidak perlu lagi ikhtiar dan berjuang.
Di sisi lain, kita dituntut untuk terus menerus menegakkan Hak-hak KetuhananNya, bahwa Allah berhak disembah, berhak dimohoni pertolongan, berhak dijadikan andalan dan gantungan, tempat penyerahan diri, berhak dipuji dan dipatuhi, berhak dengan segala sifat Rububiyahnya yang Maha Mencukupi, Maha Mulia, Maha Kuasa dan Maha Kuat. Semua harus terus tegak di hadapan kita. Dan itu semua bisa terjadi manakala kehambaan kita hadir.
Ironi-ironi dalam ikhtiar dan doa kita sering terjadi. Kita lebih memposisikan sebagai “tuhan”, dengan banyak memerintah Tuhan agar menuruti kehendak kita, kemauan kita, proyeksi-proyeksi kita. Diam-diam kita menciptakan tuhan dan berhala dalam jiwa kita, agar dipatuhi oleh Allah Sang Pencipta. Inilah piciknya iman kita kepadaNya, yang sering memaksaNya sesuai dengan pilihan-pilihan kita, bukan pilihanNya.
Karena itu hakikatnya, menjalankan perintah doa itu lebih utama dibanding terwujudnya doa kita (ijabah). Ikhtiar kita hakikatnya lebih utama daripada hasil yang kita inginkan. Perjuangan kita hakikatnya lebih utama dibanding kemangan dan kesuksesannya. Ibadah lebih utama dibading balasan-balasanNya. Karena taat, doa, ikhtiar itu menjalankan perintahNya. Sedangkan balasan, ijabah, sukses, kemenangan, bukan urusan manusia dan tidak diperintah olehNya.
Banyak orang berdoa, beribadah, berikhtiar, tetapi bertambah stress dan gelisah. Itu semua disebabkan oleh niat dan cara pandangnya kepada Allah Swt yang sempit. Sehingga, bukan qalbunya yang menghadap Allah Swt, tetapi nafsunya.
Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily, ra berkata: “Janganlah bagian yang membuatmu senang ketika berdoa, adalah hajat-hajatmu terpenuhi, bukan kesenangan bermunajat kepada Tuhanmu. Hal demikian bisa menyebabkan anda termasuk orang yang terhijab.”
Bahwa kita ditakdirkan bisa bermunajat kepadaNya, seharusnya menjadi puncak kebahagiaan kita. Bukan pada tercapainya hajat kebutuhan kita. Kenapa kita bisa terhijab? Karena kita kehilangan Allah Swt, ketika berdoa, karena yang trampak adalah kebutuhan dan hajat kita, bukan Allah Tempat bermunajat kita.
No comments:
Post a Comment